1.
Klasifikasi Negara Klasik Tradisional :Monarki, Aristokrasi, Demokrasi
Sejak
timbulnya pemikiran tentang negara dan hukum, para ahli pikir telah
membicarakan kemungkinan bentuk negara. Pada umumnya mereka mengklasifikasikan
bentuk negara menjadi tiga golongan dan yang dipergunakan sebagai kriteria pada
umumnya dapat dikatakan sama. Hanya saja mereka mempergunakan sistem serta
istilah yang berbeda-beda. Misalnya ajaran dari Plato, Aristoteles, Polybius,
dan Thomas van Aquinas, mereka mengklasifikasikan negara dalam tiga bentuk,
yaitu monarki, aristokrasi, dan demokrasi.
Sedangkan
yang dipergunakan sebagai kriteria adalah:
a) Susunan
pemerintahannya. Artinya adalah jumlah orang yang memegang pemerintahan,
pemerintahan itu dipegang oleh satu orang tunggal, beberapa atau segolongan
orang, ataukah pemerintahan itu ada pada rakyat.
b) Sifat
pemerintahannya. Artinya pemerintahan itu ditujukan untuk kepentingan umum,
ataukah hanya untuk kepentingan mereka yang memegang pemerintahan itu saja.
Keadaan demikian inilah yang kemudian menimbulkan ekses atau kemerosotan dari
pemerintahan yang baik, yaitu secara berturut-turut: ekses dari monarki adalah
Tyrani, ekses dari aristokrasi adalah Oligarki, sedang ekses demokrasi adalah
anarki.
Dengan
demikian seolah-olah ada enam bentuk negara, tetapi sebenarnya hanya ada tiga. Karena terbukti bahwa dalam pemerintahan
yang tidak memperhatikan kepentingan umum selalu mendapat perlawanan dari
rakyat, yang mengakibatkan berubahnya sifat pemerintahan seperti yang
dikehendaki rakyatnya.
2. Klasifikasi
Negara dalam Bentuk Monarki dan Republik
Pada
zaman renaissance, seorang sarjana ahli pemikir besar tentang negara dan hukum,
Niccolo Machiavelli dalam bukunya II Principe, telah mengemukakan penjenisan
negara menjadi dua bentuk, yaitu Republik atau Monarki. Kemudian pada zaman
modern George
Jellinek dalam bukunya Allgemene Staatslehre, juga mengemukakan penjelasan
bentuk negara menjadi dua yaitu Republik dan Monarki. Sebetulnya menurut
Jellinek perbedaan antara republik dan monarki itu benar-benar mengenai
perbedaan daripada sistem pemerintahannya, tetapi sekalipun demikian Jellinek
sendiri mengartikannya sebagai perbedaan daripada bentuk negaranya. Di dalam mengemukakan perbedaan antara
monarki dan republik tadi Jellinek mempergunakan kriteria tentang bagaimanakah
cara terbentuknya kemauan negara.
Hal
itu karena menurut
Jellinek negara itu dianggap sebagai sesuatu kesatuan yang mempunyai
dasar-dasar hidup, dan dengan demikian negara itu mempunyai kemauan/ kehendak.
Kemauan negara ini sifatnya abstrak, sedangkan dalam bentuknya yang konkrit
kemauan negara itu menjelma sebagai hukum atau undang-undang. Jadi,
undang-undang atau peraturan-peraturan itu adalah adalah merupakan perwujudan
atau penjelmaan daripada kemauan negara. Negara yang memiliki kekuasaan
tertinggi dan wewenang membuat dan menetapkan undang-undang.
Menurut
Jellinek ada dua cara mengenai terbentuknya kemauan negara itu:
a) Kemauan
negara itu terbentuk atau tersusun di dalam jiwa seseorang yang mempunyai wujud
atau bentuk fisik. Artinya kemauan negara itu hanya ditentukan oleh satu orang
tunggal, tiada orang atau badan lain yang dapat ikut campur dalam pembentukkan
kehendak negara itu. Jadi, dalam monarki ini, undang-undang hanya ditentukan
oleh satu orang tunggal.
b) Kemauan
negara itu terbentuk atau tersusun di dalam suatu dewan. Dewan itu adalah suatu
pengertian yang adanya hanya di dalam hukum, dan sifatnya abstrak, serta
berbentuk yuridis. Memang sebenarnya anggota-anggota dari dewan itu yaitu
orang, adalah merupakan berbentuk fisik, tetapi dewannya itu sendiri adalah
merupakan kenyataan yuridis, karena dewan itu adalah merupakan konstruksi
hukum, jadi yang adanya itu justru sebagai akibat ditetapkan oleh peraturan
hukum, dimana beberapa orang merupakan suatu kesatuan dan dianggap sebagai
suatu persoon. Kehendak negara yang terbentuk secara demikian ini disebut
kehendak atau kemauan yuridis, dan negara yang memiliki kemauan yuridis ini
disebut Republik.
Oleh
karena itu dapatlah dikatakan apabila dalam suatu negara itu undang-undangnya
merupakan hasil karya dari satu orang tunggal saja, maka negara itu disebut Monarki.
Sedangkan apabila undang-undang merupakan hasil karya dari suatu dewan maka negara itu disebut Republik. Sesuai dengan sistem ajarannya,
menggolongkan negara yang disebut Wahl-monarchie, yaitu suatu negara dimana
kepala Negara dipilih atau diangkat oleh suatu organ atau badan khusus.
Tapi
pendapat oleh Jillinek kurang diterima oleh Kranenburg, bahwa ajaran Jillinek
tadi terdapat kelemahan antara lain tentang cara terbentuknya kemauan negara, maka
apabila Jillinek menggolongkan negara Inggris kedalam monarki, seharusnya ia
menyebut negara Inggris dengan istilah republik. Karena di Inggris pembentukan
kemauan negara yang berwujud undang-undang itu tidak terjadi secara pisik.
Artinya pembentukan undang-undang terjadi secara yuridis, yaitu pembentukan
undang-undang di Inggris dilakukan oleh King in Parliament, oleh Mahkota
bersama-sama dengan parlemen. Pembentukan kemauan negara di Inggris dilakukan oleh
suatu dewan yang terdiri dari: raja, menteri, dan parlemen.
Tetapi
Jillinek tetap berpendapat bahwa Inggris adalah Monarki, jadi tetap
mempertahankan pendapatnya bahwa pembentukan kemauan negara Inggris terjadi
secara pisik, sebab di Inggris itu menurut Jillinek yang penting dalam membuat
dan atau menetapkan suatu undang-undang adalah Raja.
Demikian keadaanya,
bahwa pendapat Jillinek sangat
bertentangan keadaan yang senyatanya, misalnya mengenai gambaran pembentukan
undang-undang seperti yang dilukiskan Jillinek di Inggris, itu terdapat di
Indonesia. Di Indonesia Rancangan Undang-undang diusulkan oleh Presiden dan
harus disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, setelah disetujui kemudian
disyahkan kembali oleh Presiden agar undang-undang memiliki kekuatan berlaku.
Pada
zaman sekarang Monarki diartikan pada adanya lembaga ketatanegaraan yang khusus
kedudukannya, kepala negara dari negara yang berbentuk Monarki yaitu mendapat kedudukan karena
pewarisan. Menurut Leon Deguit dalam mengadakan pembedaan antara bentuk negara
Monarki dengan negara Repubik kriteria yang digunakan adalah cara atau sistem
penunjukan atau pengangkatan kepala negara.
Berdasarkan
kriteria tersebut diatas, menurut Leon Deguit negara itu disebut Monarki
apabila kepala negaranya ditunjuk atau diangkat melalui sistem pewarisan,
sedangkan suatu negara itu disebut Republik, apabila kepala negaranya itu
ditunjuk atau diangkat melalui pemilihan, perampasan, penunjukan atau
sebagainya. Leon Deguit
membagi bentuk negara menjadi tiga, antara lain:
1.
Negara Kesatuan;
Negara
Kesatuan adalah negara bersusunan tunggal, yakni kekuasaan untuk mengatur
seluruh daerahnya ada di tangan pemerintah pusat.
2.
Negara Serikat;
Negara
serikat merupakan negara bersusun jamak, terdiri atas beberapa negara bagian
yang masing-masing tidak berdaulat.
3.
Perserikatan Negara-negara.
Perserikatan
negara pada hakikatnya bukanlah negara, melainkan suatu perserikatan yang
beranggotakan negara-negara yang masing-masing berdaulat.
Pada ajaran
Leon Deguit, negara dimana Raja atau Kepala Negaranya diangkat melalui sisitem
pemilihan bukanlah monarki, padahal kenyataannya Negara tersebut adalah suatu
kerajaan. Seperti kerajaan German, terhadap Negara tersebut Leon Deguit ragu
menyebutnya negara republik, maka disebutlah republik Aristokrat yaitu kepala
negaranya bergelar raja. Untuk
melihat keadaan sekarang ini ajaran Leon Deguit dapat dijadikan referensi.
3. Autoritären
Führerstaat
Menurut
Prof. Otto Koellreuttert terdapat jenis negara autokrasi terpimpin, atau
autoritären fuhrerstaat, atau autorithire leiderstaat. Yaitu negara yang
dipimpin oleh kekuasaan negara, yang berdasarkan atas pandangan autoriet
negara. Negara ini sedikit banyak dikuasai oleh asas ketidaksamaan dan asas
kesamaan, karena pemegang kekuasaan hanya pemerintahan negara itu bukan hanya
orang dari satu dinasti saja.
Negara
ini merupakan bentuk campuran monarki dan republik, dan mempunyai sifat
keduanya. Dalam hal penunjukkan kepala negara berdasarkan pada pandangan
autoritet negara, berdasarkan pada kemampuan memerintah serta kemampuan
menguasai rakyatnya. Sedangkan asas kesamaan dan ketidaksamaan dikesampingkan.
Otto Koellreutter kemudian menunjukkan Adoplh Hitler dalam bukunya Mein Kamft,
yang mengatakan bahwa tujuan gerakan nasionalis-sosialis tidak terletak dalam
mendirikan atau menegakkan monarki atau republik, melainkan dalam menghasilkan
negara Jerman.
4. Klasifikasi
negara menurut Prof. Mr. R. Kranenburg
Teori kekelompokkan
Klasifikasi
teori kelompok, Kranenburg menggunakan dua kriteria, yaitu:
a) Sifat
kesetempatan, artinya kelompok yang memiliki sifat setempat atau tidak
setempat.
b) Sifat
keteraturan, atinya kelompok yang memiliki sifat teratur atau tidak teratur.
Dengan
menggunakan dua klasifikasi tersebut, ia kembali menglasifikasikannya menjadi
empat kelompok, yaitu:
1. Kelompok
yang sifatnya setempat dan tidak teratur.
Kelompok ini misalnya kelompok orang
yang berkerumun pada suatu tempat untuk menyaksikan suatu kejadian yang terjadi
secara tiba-tiba dengan kepentingan yang berbeda, seperti kecelakaan. Ciri khusus kelompok ini adalah sifatnya
yang suggestif, mudah terpengaruh, dan mudah menimbulkan ekses.
2. Kelompok
yang sifatnya setempat dan teratur
Kelompok yang berkumpul pada suatu
tempat dengan tujuan yang sama dan tujuan ini dapat dicapai dengan keteraturan.
Contohnya mahasiswa yang mengikuti kuliah.
2. Kelompok
yang sifatnya tidak setempat dan tidak teratur
Kelompok ini datang dari persamaan yang
bersifat objektif. Misalnya persamaan nasib atau tujuan.
3. Kelompok
yang sifatnya tidak setempat dan teratur
Kelompok ini merupakan kelompok tertinggi yang
disebut kelompok subjektif yang dapat terdiri dari keluarga, perkumpulan,
partai politik, negara, perserikatan negara, dan negara serikat. Faktor pokok
kelompok ini adalah kelompok itu sendiri, karena adanya kepentingan bersama
yang datang dari keinginan bersama untuk mencapai tujuan. Menurut Kranenburg
hal ini dapat dibuktikan dari nama yang dipakai untuk kelompok tersebut,
misalnya Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Menurut
Kranenburg, hakikat negara tergantung hubungan antar fungsi negara itu dengan
organ. Kranenburg
menglasifikasikan negara berdasarkan kriteria sebagai berikut:
A.
Kriteria pertama
1) Sifat hubungan
antara fungsi dan organ dalam negara. Apakah fungsi negara hanya dipusatkan
pada satu organ, atau dipisahkan kemudian didistribusikan kepada beberapa
organ.
2) Sifat dari organ
negara iu sendiri, artinya jika fungsi negara dipusatkan pada satu organ;
bagaimana sifat hubungan antara organ itu satu sama lain, dan jika fungsi
negara dipisahkan dan masing-masing diserahkan kepada satu organ.
Dengan kriteria
tersebut, negara dapat diklsifikasikan sebagai berikut:
1)
Negara yang berpegang pada satu kekuasaan Absolut
a.
Organ bersifat tunggal, artinya organ tertinggi dengan kekuasaan tertinggi oleh
satu orang tunggal –monarki.
b.
Organ bersifat beberapa orang, artinya organ dan kekuasaan yang tertinggi dilaksanakan
oleh beberapa orang aristokrasi atau oligarki.
c.
Organ bersifat jamak, artinya organ tersebut pada prinsipnya berkedaulatan
rakyat demokrasi.
Jika
sistem absolutisme dikombinasikan dengan sifat dari organnya, maka akan
didapatkan diantaranya:
a.
Monarki absolut
Negara
yang fungsi atau kekuasaannya dipusatkan pada satu organ, sedangkan organnya
dipegang satu orang tunggal.
b.
Aristokrasi atau oligarki absolut
Negara
yang fungsi atau kekuasaannya dipusatkan pada satu organ, sedangkan organnya
sendiri dipegang beberapa orang.
c.
Demokrasi absolut
Negara
yang fungsi atau kekuasaannya dipusatkan pada satu organ, sedangkan organnya sendiri dipegang oleh
seluruh rakyat demokrasi murni.
2)
Negara dengan pemisahan kekuasaan –trias politika
a.
Negara yang melaksanakan sistem pemisahan kekuasaan secara tegas. Artinya
masing-masing organ tidak saling mempengaruhi, khususnya antra badan legislatif
dan eksekutif (presidensiil).
b.
Negara yang melaksanakan sistem pemisahan kekuasaan, dan masing-masing organ
memegang kekuasaan tersebut, khususnya antara badan legislatif dan eksekutif,
dapat saling mempengaruhi atau saling berhubungan yang bersifat politis. Artinya,
jika kebijaksanaan badan yang satu tidak mendapat persetujuan dari badan yang
lain, badan tersebut dapat dibubarkan (parlementer).
c.
Negara yang melaksanakan sistem pemisahan kekuasaan dan pada prinsipnya bdan
eksekutif bersifat sebagai badan pelaksanaan pada apa yang telah diputuskan
oleh badan legislatif. Dan disertai dengan pengawasan langsung oleh rakyat
dengan sistem referendum.
B.
Kriteria kedua
Kriteria
ini dikemukakan Kranenburg dalam menglasifikasikan bentuk negara berdasarkan
perkembangan sejarah dan penglasifikasian negara modern yang timbul sebagai
akibat dari perkembangan politik zaman modern. Berdasarkan hal tersebut, negara
dapat diklasifikasikan menjadi:
1)
Negara dalam bentuk historis
a.
Federasi negara dari zaman kuno.
b.
Sistem provincia Romawi.
c.
Negara dengan sistem feodal.
2)
Negara dalam bentuk modern
a.
Perserikatan negara-negara atau Staatenbund.
b.
Negara serikat atau Bundesstaat.
c.
Negara kesatuan atau negara Unitaris.
d.
Negara kemakmuran bersama Inggris atau Bristish Common-Wealth of Nations.
4. Klasifikasi
Negara Menurut Hans Kelsen
Hans
Kelsen penganut ajaran Positivisme, ia menulis ajarannya dalam bukunya Der
Soziolosische und der juristisch Staatsbegriff. Dalam ajaran Hans Kelsen negara
itu pada hakekatnya adalah merupakan Zwangsordnung, yaitu suatu tertib hukum
atau tertib masyarakat yang mempunyai sifat memaksa, menimbulkan hak memerintah
dan kewajiban tunduk. Jadi dalam hal ini ada pembatasan terhadap kebebasan
warga negara padahal menurut Hans Kelsen kebebasan warga negara itu merupakan
nilai yang fundamental atau pokok dalam suatu negara.
Menurut
Hans Kelsen sifat kebebasan warga negara itu ditentukan oleh dua hal, yaitu:
1. Sifat
mengikatnya peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan atau dibuat oleh
penguasa yang berwenang.
2. Sifat
keleluasaan penguasa atau pemerintah dalam mencampuri atau mengatur peri
kehidupan daripada warga negaranya.
Berdasarkan
kriteria tersebut, Hans mengklasifikasikan negara menjadi:
1. Berdasarkan kriteria
yang pertama, yaitu sifat mengikatnya peraturan hukum yang
dibuat atau dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang, maka:
a)
Pada azasnya peraturan hukum yang dikeluarkan oleh penguasa yang berwenang hanya
mengikat atau berlaku terhadap rakyat atau warga negara . jadi tidak berlaku
atau mengikat pada penguasa yang membuat dan mengeluarkan peraturan-peraturan
hukum tersebut.
b)
Pada azasnya peraturan-peraturan hukum yang dikeluarkan oleh penguasa yang berwenag
itu kecuali mengikat warga negaranya atau rakyatnya juga mengikat si pembuat
peraturan hukum itu sendiri.
2. Berdasarkan kriteria
kedua, yaitu sifat keleluasaan penguasa atau pemerintah dalam mengatur
kehidupan para warga negaranya, maka:
a)
Pada azasnya penguasa atau negara mempunyai keleluasaan mencampuri atau
mengatur segala segi kehidupan daripada para warga negaranya.
b)
Pada azasnya penguasa atau negara hanya dapat mencampuri perihal kehidupan
daripada para warga negaranya yang pokok-pokok saja, yang menyangkut kehidupan
warga negara secara keseluruhan.
Pada
umumnya negara yang memakai sistem autonomi, yaitu negara di mana penguasa yang
mengeluarkan peraturan hukum ikut terikat. Dan kecenderungan untuk merubah sistem ke
arah sistem liberal.
5.
Klasifikasi Negara menerut R.M Mac Iver
R.M.Mac
Iver adalah seorang sarjana Amerika, dalam ilmu kenegaraan ia menulis ajaranya
dalam bukunya, The Web Of Government, dan dalam bukunya yang lain, The Modern
state. Dalam bukunya yang pertama, Mac Iver antara lain tentang terjadinya
negara mengatakan bahwa , negara itu terjadi dari pertumbuhan suatu keluarga
atau family. Pertumbuhan atau perkembangan ini terjadi secara singkat, melalui
beberapa phase, yaitu:
a) Pashe
pertama adalah keluarga atau family tersebut. Dalam keluarga tersebut, meskipun
sifatnya masih sangat sederhana, namun telah ada kebiasaan- kebiasaan, mores,
atau custom, serta pula kekuasaan, author, yang tidak dapat terlepas dari
kebiasaan- kebiasaan tersebut.
b) Pashe
kedua adalah bahwa family atau keluarga itu berkembang menjadi besar dan
disebut klan yang dipakai oleh seorang primus inter pares. Primus inter paris
ini lama- kelamaan menjadi pemimpin sungguh- sungguh dari pada klan tersebut,
serta mempunyai kekuasaan yang nyata.
Dalam
uraiannya Mac Iver menyebutkan hasil perkembangan keluarga sebagai negara
setelah tercapai territorial-state. Dan ini terjadi
setelah melewati jaman feodalisme. Sedangkan perkembangan antara family sampai
pada Mac Iver mengemukakan pendapat tentang
perbedaan antara pemerintah, government, dengan negara, state. Menurut beilau
perbedaannya adalah: bahwa negara itu adalah organisasinya, sedangkan
pemerintahan adalah organ yang menjalankan admisintrasi daripada organisas
tersebut. Mac Iver
mengemukakan dua sistem pengklasifikasian negara, yaitu:
a) A
tri partite classification of state, disebut pula sistem
traditionelclassification, mempergunakan kriteria suatu pertanyaan: Siapakah
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara itu? kekuasaan
tertinggi negara hanya dipegang oleh satu orang saja, maka sesungguhnya telah
memuat bentuk-bentuk pemerintahan yang sangat berbeda, sebab dapat meliputi
monarki dapat juga sebagai dictator ataupun tyranni.
b) A
bi partite classification of state, kriteria sistem ini adalah dasar yang
praktis, yaitu mempergunakan dasar konstitusional. Penggolongan negara dengan
sistem ini menghasilkan dua golongan besar, yaitu demokrasi dan oligarki.
Menurut Mac Iver perlu untuk diketahui bahwa dalam proses perubahan politik pada
setiap bentuk pemerintahan.
6.
Klasifikasi
Negara menurut Maurice Duverger
Maurice menyatakan,
pengertian negara dalam arti luas adalah rupa daripada perbedaanumum antara
orang-orang yang memerintah dengan yang diperintah. Sedangkan dalam artisempit,
istilah tata negara hanya dapat dipakai buat menunjukkan bangun pemerintahan. Maurice
dalam mengklasifikasikan negara menggunakan kriteria, bagaimanakah sifat
relasiantara penguasa dengan rakyat. Relasi tersebut nampak jelas pada cara
pemilihan penguasa.
Berikut ini
merupakan pengelompokan sistem ini ke dalam dua golongan :
A. Negara
autokrasi. Artinya, pemilihan penguasa dengan cara tidak mengikutsertakan
rakyat.
1. Perebutan kekuasaan., Hal ini dapat dijalankan dengan
cara :
a)
Revolusi,
yakni suatucara perebutan kekuasaan dengan menggunakan kekuatan seluruh rakyat;
b)
Coupd’etat,
yakni dengan menggunakan kekuatan pemerintah lama untuk menggulingkandan
kemudian menggantikannya;
c)
Pronunciamiento,
yakni semaca coup d’etatdengan menggunakan kekuatan militer.
2. Sistem keturunan
3. Kooptasi, penunjukan penguasa oleh yang lama dan
kemudian menggantinya
4. Sistem pengundian
5. Sistem yang mana pengangkatan penguasa akan
menggantikan itu dilakukan oleh penguasa lain. Ini bisa melalui pemilihan umum
dan menjadi demokrasi.
B. Cara demokratis. Pemilihan penguasa dengan cara
mengikutsertakan rakyat. Dibagi menjadi
dua: (a) demokrasi langsung;
(b) demokrasi perwakilan.
C. Negara oligarki. Yakni campuran antara negara
autokrasi dengan demokrasi. Prinsip kombinasi antara keduanya
a)
Sistem
pemerintahan campuran menurut juxtaposition. Dalam sistem ini ditemukan dua
organ yakni autokratis dan demokratis.
b)
Sistem
pemerintahan campuran secara kombinasi. Ini adalah suatu negara yangkekuasaan
dipegang oleh satu orang dimana pengangkatannya dilakukan dengan caraautokrasi
dan demokrasi.
Sistem pemerintahan
campuran secara berfusi dan berpadu. Didalam sistem pengangkatan penguasa
pemerintah ini terdapat unsur-unsur autokrasi dan demokrasi se
1) Judul Buku : ILMU NEGARA
2) Penulis :
Soehino, S.H
3) Penerbit :
LIBERTY, YOGYAKARTA
4) Tahun Terbit :2008
5) Jumlah Halaman : 287 hlm.